Ahmad Rifaie Al Ahmadi Idrisi: January 2012


Search This Blog

PERINGATAN MAULID NABI SAW



Oleh Habib Munzir

Alaikumsalam warahmatullah wabarakatuh,

kebahagiaan dan Kesejukan Rahmat Nya semoga selalu menaungi hari hari anda,

Saudaraku yg kumuliakan,

maulid adalah Bid;ah hasanah, dan Bid;ah hasanah diperbolehkan oleh Rasul saw, betul makna tsb, kita tidak boleh beramal selain apa apa yg telah diperintahkan atau diajarkan oleh Nabi saw, dan Nabi saw sudah bersabda : Barangsiapa yg mengada adakan hal baru berupa kebaikan dalam islam (tidak bertentangan dg syariah), maka baginya pahalanya dan pahala orang yg mengikutinya, dan barangsiapa membuat buat hal baru berupa keburukan, maka baginya dosanya dan dosa orang yg mengikutinya. (Shahih Muslim).

sebenarnya permasalahan maulid sudah saya jawab, anda dapat mendownloadnya pada kiri web ini, yaitu : download buku kenalilah akidahmu.

buku saya tsb memuat segenap pembahasan tentang Bid'ah, mauilid, tawassul., tahlil., ziarah kubur, istighatsah, dll.

namun berikut saya kutipkan untuk anda mengenai maulid dari buku saya tsb.

PERINGATAN MAULID NABI SAW

ketika kita membaca kalimat diatas maka didalam hati kita sudah tersirat bahwa kalimat ini akan langsung membuat alergi bagi sebagian kelompok muslimin, saya akan meringkas penjelasannya secara ‘Aqlan wa syar’an, (logika dan syariah).

Sifat manusia cenderung merayakan sesuatu yg membuat mereka gembira, apakah keberhasilan, kemenangan, kekayaan atau lainnya, mereka merayakannya dengan pesta, mabuk mabukan, berjoget bersama, wayang, lenong atau bentuk pelampiasan kegembiraan lainnya, demikian adat istiadat diseluruh dunia.

Sampai disini saya jelaskan dulu bagaimana kegembiraan atas kelahiran Rasul saw.

Allah merayakan hari kelahiran para Nabi Nya

• Firman Allah : “(Isa berkata dari dalam perut ibunya) Salam sejahtera atasku, di hari kelahiranku, dan hari aku wafat, dan hari aku dibangkitkan” (QS Maryam 33)

• Firman Allah : “Salam Sejahtera dari kami (untuk Yahya as) dihari kelahirannya, dan hari wafatnya dan hari ia dibangkitkan” (QS Maryam 15)

• Rasul saw lahir dengan keadaan sudah dikhitan (Almustadrak ala shahihain hadits no.4177)

• Berkata Utsman bin Abil Ash Asstaqafiy dari ibunya yg menjadi pembantunya Aminah ra bunda Nabi saw, ketika Bunda Nabi saw mulai saat saat melahirkan, ia (ibu utsman) melihat bintang bintang mendekat hingga ia takut berjatuhan diatas kepalanya, lalu ia melihat cahaya terang benderang keluar dari Bunda Nabi saw hingga membuat terang benderangnya kamar dan rumah (Fathul Bari Almasyhur juz 6 hal 583)

• Ketika Rasul saw lahir kemuka bumi beliau langsung bersujud (Sirah Ibn Hisyam)

• Riwayat shahih oleh Ibn Hibban dan Hakim bahwa Ibunda Nabi saw saat melahirkan Nabi saw melihat cahaya yg terang benderang hingga pandangannya menembus dan melihat Istana Istana Romawi (Fathul Bari Almasyhur juz 6 hal 583)

• Malam kelahiran Rasul saw itu runtuh singgasana Kaisar Kisra, dan runtuh pula 14 buah jendela besar di Istana Kisra, dan Padamnya Api di Kekaisaran Persia yg 1000 tahun tak pernah padam. (Fathul Bari Almasyhur juz 6 hal 583)

Kenapa kejadian kejadian ini dimunculkan oleh Allah swt?, kejadian kejadian besar ini muncul menandakan kelahiran Nabi saw, dan Allah swt telah merayakan kelahiran Muhammad Rasulullah saw di Alam ini, sebagaimana Dia swt telah pula membuat salam sejahtera pada kelahiran Nabi nabi sebelumnya.


Rasulullah saw memuliakan hari kelahiran beliau saw

Ketika beliau saw ditanya mengenai puasa di hari senin, beliau saw menjawab : “Itu adalah hari kelahiranku, dan hari aku dibangkitkan” (Shahih Muslim hadits no.1162). dari hadits ini sebagian saudara2 kita mengatakan boleh merayakan maulid Nabi saw asal dg puasa.

Rasul saw jelas jelas memberi pemahaman bahwa hari senin itu berbeda dihadapan beliau saw daripada hari lainnya, dan hari senin itu adalah hari kelahiran beliau saw. Karena beliau saw tak menjawab misalnya : “oh puasa hari senin itu mulia dan boleh boleh saja..”, namun beliau bersabda : “itu adalah hari kelahiranku”, menunjukkan bagi beliau saw hari kelahiran beliau saw ada nilai tambah dari hari hari lainnya, contoh mudah misalnya zeyd bertanya pada amir : “bagaimana kalau kita berangkat umroh pada 1 Januari?”, maka amir menjawab : “oh itu hari kelahiran saya”. Nah.. bukankah jelas jelas bahwa zeyd memahami bahwa 1 januari adalah hari yg berbeda dari hari hari lainnya bagi amir?, dan amir menyatakan dengan jelas bahwa 1 januari itu adalah hari kelahirannya, dan berarti amir ini termasuk orang yg perhatian pada hari kelahirannya, kalau amir tak acuh dg hari kelahirannya maka pastilah ia tak perlu menyebut nyebut bahwa 1 januari adalah hari kelahirannya, dan Nabi saw tak memerintahkan puasa hari senin untuk merayakan kelahirannya, pertanyaan sahabat ini berbeda maksud dengan jawaban beliau saw yg lebih luas dari sekedar pertanyaannya, sebagaimana contoh diatas, Amir tak mmerintahkan umroh pada 1 januari karena itu adalah hari kelahirannya, maka mereka yg berpendapat bahwa boleh merayakan maulid hanya dg puasa saja maka tentunya dari dangkalnya pemahaman terhadap ilmu bahasa.

Orang itu bertanya tentang puasa senin, maksudnya boleh atau tidak?, Rasul saw menjawab : hari itu hari kelahiranku, menunjukkan hari kelahiran beliau saw ada nilai tambah pada pribadi beliau saw, sekaligus diperbolehkannya puasa dihari itu.

Maka jelaslah sudah bahwa Nabi saw termasuk yg perhatian pada hari kelahiran beliau saw, karena memang merupakan bermulanya sejarah bangkitnya islam.


Sahabat memuliakan hari kelahiran Nabi saw


Berkata Abbas bin Abdulmuttalib ra : “Izinkan aku memujimu wahai Rasulullah..” maka Rasul saw menjawab: “silahkan..,maka Allah akan membuat bibirmu terjaga”, maka Abbas ra memuji dg syair yg panjang, diantaranya : “… dan engkau (wahai nabi saw) saat hari kelahiranmu maka terbitlah cahaya dibumi hingga terang benderang, dan langit bercahaya dengan cahayamu, dan kami kini dalam naungan cahaya itu dan dalam tuntunan kemuliaan (Al Qur’an) kami terus mendalaminya” (Mustadrak ‘ala shahihain hadits no.5417)


Kasih sayang Allah atas kafir yg gembira atas kelahiran Nabi saw

Diriwayatkan bahwa Abbas bin Abdulmuttalib melihat Abu Lahab dalam mimpinya, dan Abbas bertanya padanya : “bagaimana keadaanmu?”, abu lahab menjawab : “di neraka, Cuma diringankan siksaku setiap senin karena aku membebaskan budakku Tsuwaibah karena gembiraku atas kelahiran Rasul saw” (Shahih Bukhari hadits no.4813, Sunan Imam Baihaqi Alkubra hadits no.13701, syi’bul iman no.281, fathul baari Almasyhur juz 11 hal 431). Walaupun kafir terjahat ini dibantai di alam barzakh, namun tentunya Allah berhak menambah siksanya atau menguranginya menurut kehendak Allah swt, maka Allah menguranginya setiap hari senin karena telah gembira dg kelahiran Rasul saw dengan membebaskan budaknya.

Walaupun mimpi tak dapat dijadikan hujjah untuk memecahkan hukum syariah, namun mimpi dapat dijadikan hujjah sebagai manakib, sejarah dan lainnya, misalnya mimpi orang kafir atas kebangkitan Nabi saw, maka tentunya hal itu dijadikan hujjah atas kebangkitan Nabi saw maka Imam imam diatas yg meriwayatkan hal itu tentunya menjadi hujjah bagi kita bahwa hal itu benar adanya, karena diakui oleh imam imam dan mereka tak mengingkarinya.


Rasulullah saw memperbolehkan Syair pujian di masjid


Hassan bin Tsabit ra membaca syair di Masjid Nabawiy yg lalu ditegur oleh Umar ra, lalu Hassan berkata : “aku sudah baca syair nasyidah disini dihadapan orang yg lebih mulia dari engkau wahai Umar (yaitu Nabi saw), lalu Hassan berpaling pada Abu Hurairah ra dan berkata : “bukankah kau dengar Rasul saw menjawab syairku dg doa : wahai Allah bantulah ia dengan ruhulqudus?, maka Abu Hurairah ra berkata : “betul” (shahih Bukhari hadits no.3040, Shahih Muslim hadits no.2485)


Ini menunjukkan bahwa pembacaan Syair di masjid tidak semuanya haram, sebagaimana beberapa hadits shahih yg menjelaskan larangan syair di masjid, namun jelaslah bahwa yg dilarang adalah syair syair yg membawa pada Ghaflah, pada keduniawian, namun syair syair yg memuji Allah dan Rasul Nya maka hal itu diperbolehkan oleh Rasul saw bahkan dipuji dan didoakan oleh beliau saw sebagaimana riwayat diatas, dan masih banyak riwayat lain sebagaimana dijelaskan bahwa Rasul saw mendirikan mimbar khusus untuk hassan bin tsabit di masjid agar ia berdiri untuk melantunkan syair syairnya (Mustadrak ala shahihain hadits no.6058, sunan Attirmidzi hadits no.2846) oleh Aisyah ra bahwa ketika ada beberapa sahabat yg mengecam Hassan bin Tsabit ra maka Aisyah ra berkata : “Jangan kalian caci hassan, sungguh ia itu selalu membanggakan Rasulullah saw”(Musnad Abu Ya’la Juz 8 hal 337).


Pendapat Para Imam dan Muhaddits atas perayaan Maulid

1. Berkata Imam Al Hafidh Ibn Hajar Al Asqalaniy rahimahullah :

Telah jelas dan kuat riwayat yg sampai padaku dari shahihain bahwa Nabi saw datang ke Madinah dan bertemu dengan Yahudi yg berpuasa hari asyura (10 Muharram), maka Rasul saw bertanya maka mereka berkata : “hari ini hari ditenggelamkannya Fir’aun dan Allah menyelamatkan Musa, maka kami berpuasa sebagai tanda syukur pada Allah swt, maka bersabda Rasul saw : “kita lebih berhak atas Musa as dari kalian”, maka diambillah darinya perbuatan bersyukur atas anugerah yg diberikan pada suatu hari tertentu setiap tahunnya, dan syukur kepada Allah bisa didapatkan dg pelbagai cara, seperti sujud syukur, puasa, shadaqah, membaca Alqur’an, maka nikmat apalagi yg melebihi kebangkitan Nabi ini?, telah berfirman Allah swt “SUNGGUH ALLAH TELAH MEMBERIKAN ANUGERAH PADA ORANG ORANG MUKMININ KETIKA DIBANGKITKANNYA RASUL DARI MEREKA” (QS Al Imran 164)

2. Pendapat Imam Al Hafidh Jalaluddin Assuyuthi rahimahullah :

Telah jelas padaku bahwa telah muncul riwayat Baihaqi bahwa Rasul saw ber akikah untuk dirinya setelah beliau saw menjadi Nabi (Ahaditsulmukhtarah hadis no.1832 dg sanad shahih dan Sunan Imam Baihaqi Alkubra Juz 9 hal.300), dan telah diriwayatkan bahwa telah ber Akikah untuknya kakeknya Abdulmuttalib saat usia beliau saw 7 tahun, dan akikah tak mungkin diperbuat dua kali, maka jelaslah bahwa akikah beliau saw yg kedua atas dirinya adalah sebagai tanda syukur beliau saw kepada Allah swt yg telah membangkitkan beliau saw sebagai Rahmatan lil’aalamiin dan membawa Syariah utk ummatnya, maka sebaiknya bagi kita juga untuk menunjukkan tasyakkuran dengan Maulid beliau saw dengan mengumpulkan teman teman dan saudara saudara, menjamu dg makanan makanan dan yg serupa itu untuk mendekatkan diri kepada Allah dan kebahagiaan. bahkan Imam Assuyuthiy mengarang sebuah buku khusus mengenai perayaan maulid dengan nama : “Husnulmaqshad fii ‘amalilmaulid”.

3. Pendapat Imam Al hafidh Abu Syaamah rahimahullah (Guru imam Nawawi) :

Merupakan Bid’ah hasanah yg mulia dizaman kita ini adalah perbuatan yg diperbuat setiap tahunnya di hari kelahiran Rasul saw dengan banyak bersedekah, dan kegembiraan, menjamu para fuqara, seraya menjadikan hal itu memuliakan Rasul saw dan membangkitkan rasa cinta pada beliau saw, dan bersyukur kepada Allah dg kelahiran Nabi saw.

4. Pendapat Imamul Qurra’ Alhafidh Syamsuddin Aljazriy rahimahullah dalam kitabnya ‘Urif bitta’rif Maulidissyariif :

Telah diriwayatkan Abu Lahab diperlihatkan dalam mimpi dan ditanya apa keadaanmu?, ia menjawab : “di neraka, tapi aku mendapat keringanan setiap malam senin, itu semua sebab aku membebaskan budakku Tsuwaibah demi kegembiraanku atas kelahiran Nabi (saw) dan karena Tsuwaibah menyusuinya (saw)” (shahih Bukhari). maka apabila Abu Lahab Kafir yg Alqur’an turun mengatakannya di neraka mendapat keringanan sebab ia gembira dengan kelahiran Nabi saw, maka bagaimana dg muslim ummat Muhammad saw yg gembira atas kelahiran Nabi saw?, maka demi usiaku, sungguh balasan dari Tuhan Yang Maha Pemurah sungguh sungguh ia akan dimasukkan ke sorga kenikmatan Nya dengan sebab anugerah Nya.

5. Pendapat Imam Al Hafidh Syamsuddin bin Nashiruddin Addimasyqiy dalam kitabnya Mauridusshaadiy fii maulidil Haadiy :

Serupa dg ucapan Imamul Qurra’ Alhafidh Syamsuddin Aljuzri, yaitu menukil hadits Abu Lahab

6. Pendapat Imam Al Hafidh Assakhawiy dalam kitab Sirah Al Halabiyah

berkata ”tidak dilaksanakan maulid oleh salaf hingga abad ke tiga, tapi dilaksanakan setelahnya, dan tetap melaksanakannya umat islam di seluruh pelosok dunia dan bersedekah pd malamnya dg berbagai macam sedekah dan memperhatikan pembacaan maulid, dan berlimpah terhadap mereka keberkahan yg sangat besar”.

7. Imam Al hafidh Ibn Abidin rahimahullah

dalam syarahnya maulid ibn hajar berkata : ”ketahuilah salah satu bid’ah hasanah adalah pelaksanaan maulid di bulan kelahiran nabi saw”

8. Imam Al Hafidh Ibnul Jauzi rahimahullah

dengan karangan maulidnya yg terkenal ”al aruus” juga beliau berkata tentang pembacaan maulid, ”Sesungguhnya membawa keselamatan tahun itu, dan berita gembira dg tercapai semua maksud dan keinginan bagi siapa yg membacanya serta merayakannya”.

9. Imam Al Hafidh Al Qasthalaniy rahimahullah

dalam kitabnya Al Mawahibulladunniyyah juz 1 hal 148 cetakan al maktab al islami berkata: ”Maka Allah akan menurukan rahmat Nya kpd orang yg menjadikan hari kelahiran Nabi saw sebagai hari besar”.

10. Imam Al hafidh Al Muhaddis Abulkhattab Umar bin Ali bin Muhammad yg terkenal dg Ibn Dihyah alkalbi


dg karangan maulidnya yg bernama ”Attanwir fi maulid basyir an nadzir”

11. Imam Al Hafidh Al Muhaddits Syamsuddin Muhammad bin Abdullah Aljuzri

dg maulidnya ”urfu at ta’rif bi maulid assyarif”

12. Imam al Hafidh Ibn Katsir

yg karangan kitab maulidnya dikenal dg nama : ”maulid ibn katsir”

13. Imam Al Hafidh Al ’Iraqy

dg maulidnya ”maurid al hana fi maulid assana”

14. Imam Al Hafidh Nasruddin Addimasyqiy

telah mengarang beberapa maulid : Jaami’ al astar fi maulid nabi al mukhtar 3 jilid, Al lafad arra’iq fi maulid khair al khalaiq, Maurud asshadi fi maulid al hadi.

15. Imam assyakhawiy

dg maulidnya al fajr al ulwi fi maulid an nabawi

16. Al allamah al faqih Ali zainal Abidin As syamhudi
dg maulidnya al mawarid al haniah fi maulid khairil bariyyah

17. Al Imam Hafidz Wajihuddin Abdurrahman bin Ali bin Muhammad As syaibaniy yg terkenal dg ibn diba’

dg maulidnya addiba’i

18. Imam ibn hajar al haitsami

dg maulidnya itmam anni’mah alal alam bi maulid syayidi waladu adam

19. Imam Ibrahim Baajuri

mengarang hasiah atas maulid ibn hajar dg nama tuhfa al basyar ala maulid ibn hajar

20. Al Allamah Ali Al Qari’

dg maulidnya maurud arrowi fi maulid nabawi

21. Al Allamah al Muhaddits Ja’far bin Hasan Al barzanji

dg maulidnya yg terkenal maulid barzanji

23. Al Imam Al Muhaddis Muhammad bin Jakfar al Kattani
dg maulid Al yaman wal is’ad bi maulid khair al ibad

24. Al Allamah Syeikh Yusuf bin ismail An Nabhaniy
dg maulid jawahir an nadmu al badi’ fi maulid as syafi’

25. Imam Ibrahim Assyaibaniy
dg maulid al maulid mustofa adnaani

26. Imam Abdulghaniy Annanablisiy

dg maulid Al Alam Al Ahmadi fi maulid muhammadi”

27. Syihabuddin Al Halwani

dg maulid fath al latif fi syarah maulid assyarif

28. Imam Ahmad bin Muhammad Addimyati

dg maulid Al Kaukab al azhar alal ‘iqdu al jauhar fi maulid nadi al azhar

29. Asyeikh Ali Attanthowiy

dg maulid nur as shofa’ fi maulid al mustofa

30. As syeikh Muhammad Al maghribi

dg maulid at tajaliat al khifiah fi maulid khoir al bariah.


Tiada satupun para Muhadditsin dan para Imam yg menentang dan melarang hal ini, mengenai beberapa pernyataan pada Imam dan Muhadditsin yg menentang maulid sebagaimana disampaikan oleh kalangan anti maulid, maka mereka ternyata hanya menggunting dan memotong ucapan para Imam itu, dengan kelicikan yg jelas jelas meniru kelicikan para misionaris dalam menghancurkan Islam.


Berdiri saat Mahal Qiyam dalam pembacaan Maulid

Mengenai berdiri saat maulid ini, merupakan Qiyas dari menyambut kedatangan Islam dan Syariah Rasul saw, dan menunjukkan semangat atas kedatangan sang pembawa risalah pada kehidupan kita, hal ini lumrah saja, sebagaimana penghormatan yg dianjurkan oleh Rasul saw adalah berdiri, sebagaimana diriwayatkan ketika sa’ad bin Mu’adz ra datang maka Rasul saw berkata kepada kaum anshar : “Berdirilah untuk tuan kalian” (shahih Bukhari hadits no.2878, Shahih Muslim hadits no.1768), demikian pula berdirinya Thalhah ra untuk Ka’b bin Malik ra.

Memang mengenai berdiri penghormatan ini ada ikhtilaf ulama, sebagaimana yg dijelaskan bahwa berkata Imam Alkhattabiy bahwa berdirinya bawahan untuk majikannya, juga berdirinya murid untuk kedatangan gurunya, dan berdiri untuk kedatangan Imam yg adil dan yg semacamnya merupakan hal yg baik, dan berkata Imam Bukhari bahwa yg dilarang adalah berdiri untuk pemimpin yg duduk, dan Imam Nawawi yg berpendapat bila berdiri untuk penghargaan maka taka apa, sebagaimana Nabi saw berdiri untuk kedatangan putrinya Fathimah ra saat ia datang, namun adapula pendapat lain yg melarang berdiri untuk penghormatan.(Rujuk Fathul Baari Almasyhur Juz 11 dan Syarh Imam Nawawi ala shahih muslim juz 12 hal 93)

Namun dari semua pendapat itu, tentulah berdiri saat mahal qiyam dalam membaca maulid itu tak ada hubungan apa apa dengan semua perselisihan itu, karena Rasul saw tidak dhohir dalam pembacaan maulid itu, lepas dari anggapan ruh Rasul saw hadir saat pembacaan maulid, itu bukan pembahasan kita, masalah seperti itu adalah masalah ghaib yg tak bisa disyarahkan dengan hukum dhohir,

semua ucapan diatas adalah perbedaan pendapat mengenai berdiri penghormatan yg Rasul saw pernah melarang agar sahabat tak berdiri untuk memuliakan beliau saw.

Jauh berbeda bila kita yg berdiri penghormatan mengingat jasa beliau saw, tak terikat dengan beliau hadir atau tidak, bahwa berdiri kita adalah bentuk semangat kita menyambut risalah Nabi saw, dan penghormatan kita kepada kedatangan Islam, dan kerinduan kita pada nabi saw, sebagaimana kita bersalam pada Nabi saw setiap kita shalat pun kita tak melihat beliau saw.

Diriwayatkan bahwa Imam Al hafidh Taqiyuddin Assubkiy rahimahullah, seorang Imam Besar dan terkemuka dizamannya bahwa ia berkumpul bersama para Muhaddits dan Imam Imam besar dizamannya dalam perkumpulan yg padanya dibacakan puji pujian untuk nabi saw, lalu diantara syair syair itu merekapun seraya berdiri termasuk Imam Assubkiy dan seluruh Imam imam yg hadir bersamanya, dan didapatkan kesejukan yg luhur dan cukuplah perbuatan mereka itu sebagai panutan,

dan berkata Imam Ibn Hajar Alhaitsamiy rahimahullah bahwa Bid’ah hasanah sudah menjadi kesepakatan para imam bahwa itu merupakan hal yg sunnah, (berlandaskan hadist shahih muslim no.1017 yg terncantum pd Bab Bid’ah) yaitu bila dilakukan mendapat pahala dan bila ditinggalkan tidak mendapat dosa, dan mengadakan maulid itu adalah salah satu Bid’ah hasanah,

Dan berkata pula Imam Assakhawiy rahimahullah bahwa mulai abad ketiga hijriyah mulailah hal ini dirayakan dengan banyak sedekah dan perayaan agung ini diseluruh dunia dan membawa keberkahan bagi mereka yg mengadakannya. (Sirah Al Halabiyah Juz 1 hal 137)

Pada hakekatnya, perayaan maulid ini bertujuan mengumpulkan muslimin untuk Medan Tablig dan bersilaturahmi sekaligus mendengarkan ceramah islami yg diselingi bershalawat dan salam pada Rasul saw, dan puji pujian pada Allah dan Rasul saw yg sudah diperbolehkan oleh Rasul saw, dan untuk mengembalikan kecintaan mereka pada Rasul saw, maka semua maksud ini tujuannya adalah kebangkitan risalah pada ummat yg dalam ghaflah, maka Imam dan Fuqaha manapun tak akan ada yg mengingkarinya karena jelas jelas merupakan salah satu cara membangkitkan keimanan muslimin, hal semacam ini tak pantas dimungkiri oleh setiap muslimin aqlan wa syar’an (secara logika dan hukum syariah), karena hal ini merupakan hal yg mustahab (yg dicintai), sebagaiman kaidah syariah bahwa “Maa Yatimmul waajib illa bihi fahuwa wajib”, semua yg menjadi penyebab kewajiban dengannya maka hukumnya wajib.

contohnya saja bila sebagaimana kita ketahui bahwa menutup aurat dalam shalat hukumnya wajib, dan membeli baju hukumnya mubah, namun suatu waktu saat kita akan melakukan shalat kebetulan kita tak punya baju penutup aurat kecuali harus membeli dulu, maka membeli baju hukumnya berubah menjadi wajib, karena perlu dipakai untuk melaksanakan shalat yg wajib .

contoh lain misalnya sunnah menggunakan siwak, dan membuat kantong baju hukumnya mubah saja, lalu saat akan bepergian kita akan membawa siwak dan baju kita tak berkantong, maka perlulah bagi kita membuat kantong baju untuk menaruh siwak, maka membuat kantong baju di pakaian kita menjadi sunnah hukumnya, karena diperlukan untuk menaruh siwak yg hukumnya sunnah.

Maka perayaan Maulid Nabi saw diadakan untuk Medan Tablig dan Dakwah, dan dakwah merupakan hal yg wajib pada suatu kaum bila dalam kemungkaran, dan ummat sudah tak perduli dg Nabinya saw, tak pula perduli apalagi mencintai sang Nabi saw dan rindu pada sunnah beliau saw, dan untuk mencapai tablig ini adalah dengan perayaan Maulid Nabi saw, maka perayaan maulid ini menjadi wajib, karena menjadi perantara Tablig dan Dakwah serta pengenalan sejarah sang Nabi saw serta silaturahmi.

Sebagaimana penulisan Alqur’an yg merupakan hal yg tak perlu dizaman nabi saw, namun menjadi sunnah hukumnya di masa para sahabat karena sahabat mulai banyak yg membutuhkan penjelasan Alqur’an, dan menjadi wajib hukumnya setelah banyaknya para sahabat yg wafat, karena ditakutkan sirnanya Alqur’an dari ummat, walaupun Allah telah menjelaskan bahwa Alqur’an telah dijaga oleh Allah.

Hal semacam in telah difahami dan dijelaskan oleh para khulafa’urrasyidin, sahabat radhiyallahu’anhum, Imam dan Muhadditsin, para ulama, fuqaha dan bahkan orang muslimin yg awam, namun hanya sebagian saudara saudara kita muslimin yg masih bersikeras untuk menentangnya, semoga Allah memberi mereka keluasan hati dan kejernihan, amiin.

Walillahittaufiq

Demikian saudaraku yg kumuliakan, semoga dalam kebahagiaan selalu, semoga sukses dg segala cita cita,

Wallahu a'lam

Sumber

Download buku kenalilah akidahmu
PERINGATAN MAULID NABI SAWSocialTwist Tell-a-Friend

Antara Para Fuqaha’ dan Golongan Sufi

.
Dalam sastera Islam terdapat banyak pembahasan di antara golongan fuqaha dan ahli Sufi. Akan kita dapati pada hakikatnya, kebanyakkan dari pembahasan mereka akan berakhir dengan pengakuan golongan fuqaha ini terhadap jasa-jasa golongan sufi. Antaranya yang dapat kita saksikan adalah seperti berikut:

Pertama, dari Imam Asy-Syafi’I ra., katanya: “Aku bertemankan dengan orang-orang dari golongan sufi dan mengambil dua kalimat dari mereka, iaitu: Apabila dirimu tidak disibukkan dengan kebenaran, nescaya ia akan disibukkan dengan kebatilan, dan waktu itu laksana pedang, sekirannya engkau tidak memotongnya, maka dia akan memotongmu.”

Sedangkan Imam Ahmad bin Hanbal ra. mewasiatkan kepada puteranya agar menemui orang-orang sufi pada masanya. Dikatakan olehnya, “Sesungguhnya mereka itu mencapai, di dalam keikhlasannya, maqam yang tidak kau capai.”

Kedua, dikatakan bahawa Daud Ath-Tha-i mengikuti tasawuf kerana ucapan Imam Abu Hanifah ra. kepadanya, iaitu setelah dia belajar fiqh kepada Abu Hanifah, “Wahai Abu Sulaiman (julukan Daud Ath-Tha-i), dalam hal penyampaian, kita sudah selesai.” Kata Daud, “Lalu apa yang tersisa, ya sayyidi?” Imam Abu Hanifah ra. menjawab, “Pengalamannya.” Maka Daud melakukannya dengan penuh semangat melalui bimbingan Al-Jadd, dan tasawufnya melalui Khubaib Al-‘Ajami.

Ketiga, diriwayatkan bahawa Imam Ahmad bin Hanbal ra. sedang berada di majlis Imam Asy Syafi’i ra. ketika datang Syaiban Ar Ra’i. Berkata Imam Ahmad, “Wahai Abu ‘Abdullah, aku ingin mengingatkan orang ini tentang kurangnya ilmunya, agar dia berusaha untuk menimba beberapa ilmu.” Imam Asy Syafi’i berkata, “Jangan lakukan itu!” Namum Imam Ahmad belum puas, sehingga ia bertanya kepada Syaiban, “Bagaimana pendapatmu tentang seseorang yang melupakan solat lima waktu dalam waktu sehari semalam dan tidak mengetahui mana yang dilupakannya dari yang diwajibkan atas dirinya, Syaiban?” Maka Syaiban menjawab, “Wahai Ahmad, itulah dia hati yang lalai terhadap Allah, sehingga wajiblah dia belajar agar tidak melupakan Tuhannya lagi!” Mendengar itu, Imam Ahmad jatuh pingsan sejenak. Setelah sedar kembali, Imam Asy Syafi’i berkata kepadanya, “Bukankah aku sudah katakan, jangan kau lakukan demikian?”

Syaiban Ar Ra’i termasuk golongan sufi yang ummi. Kalau keadaan yang ummi sahaja seperti itu, bagaimana pula dengan para pemimpinnya?

Keempat, dikisahkan bahawa seorang tokoh faqih yang serupa sekali dengan Asy Syibli di Jami’ Al Manshur. Dikatakan bahawa si faqih biasa dipanggil dengan sebutan Abu ‘Imran, dan pelajaran mereka terhenti kerana kata-kata Asy-Syibli.

Pada suatu hari sahabat-sahabat Abu ‘Imran bertanya kepada Asy-Syibli tentang soal haid. Tujuan mereka adalah untuk memalukannya. Mereka menyebut beberapa perkataan dalam pembahasan itu dan perbezaannya. Maka berdirilah Abu ‘Imran. Diciumnya kepala Asy-Syibli seraya berkata, “Wahai Abu Bakar, beruntunglah dalam soal ini Anda mengemukakan sepuluh kalimat yang belum pernah kudengar. Dari kalimat-kalimat yang kau katakan itu, aku hanya mengetahuinya tiga kalimat sahaja.”

Kelima, seorang faqih bernama Abu’l ‘Abbas bin Suraij menghadiri majlis Al Junaid ra. dan mendengar ucapan-ucapannya. Kemudian dia bertanya kepada Al-Junaid, “Bagaimana pendapatmu tentang perkataan seperti ini?” Al-Junaid menjawab, “Aku tidak tahu apa yang dikatakan, tetapi ku lihat perkataan itu memiliki gema yang bukan gema suara orang yang bathil.”

Keenam, dikatakan kepada ‘Abdullah bin Sa’id bin Kilab, “Engkau adalah orang yang mampu berbicara dengan orang ramai. Di sini ada seseorang yang bernama Al-Junaid. Cubalah kau lihat apakah engkau dapat melawan dia atau tidak.” Maka orang itu datang di majlis ilmu Al-Junaid dan menanyakan soal tauhid kepadanya. Setelah dijawab, ‘Abdullah bin Sa’id menjadi hairan dan berkata, “Cuba ulangilah apa yang kau katakana.” Al-Junaid mengulangi jawapannya, tetapi tidak seperti yang pertama. Kata ‘Abdullah, “Ini adalah suatu yang lain yang tidak kuhafal. Ulangilah sekali lagi.” Al-Junaid mengulanginya tetapi dengan cara yang lain lagi. Maka berkatalah ‘Abdullah, “Tidak mungkin aku menghafal apa yang kau katakan. Jelaskanlah kepada kami.” Al-Junaid berkata, “Kalau engkau menggolongkannya, aku akan mencatitkannya.” ‘Abdullah berdiri dan mengakui keunggulan serta ketinggian nilainya.

Ketujuh, pernah terjadi perdebatan yang indah antara seorang faqih bernama Ibnu Basyar dengan Imam Asy-Syibli dari golongan sufi. Ibnu Basyar dan kawan-kawannya dari kalangan fuqaha’ menolak golongan sufi pada zaman itu, termasuk di dalamnya Asy-Syibli. Pada suatu kesempatan, Ibnu Basyar menjumpai Asy-Syibli dan membahas sesuatu daripada ilmu. Apabila bertemu, Ibnu Basyar bertanya, “Berapa yang ada di dalam seekor unta?” Asy-Syibli cuma diam sahaja, sehingga Ibnu Basyar mengulangi pertanyaannya. Akhirnya Asy-Syibli bertanya lagi, “Apakah yang kau maksudkan itu zakatnya?” Dia menjawab, “Benar.” Maka berkatalah Asy-Syibli, “Yang diwajibkan oleh syari’at ialah satu ekor kambing, dan yang diharuskan atas orang seperti kita ialah seluruhnya.” Ibnu Basyar bertanya kembali, “Apakah engkau mempunyai contoh tentang hal itu?” Jawab Asy-Syibli, “Ya. Abu Bakar As-Siddiq. Dia mengeluarkan seluruh hartanya pada jalan Allah.” Ketika Rasulullah saw. Bertanya, “Apa yang kau tinggalkan untuk keluargmu?” Dia menjawab, “Aku tinggalkan untuk mereka Allah dan RasulNya.” Maka pulanglah Ibnu Basyar kepada teman-temannya bersama fuqaha’ dengan raut wajah yang berbeza. Dia berkata kepada mereka “Ternyata golongan sufi telah membawa kebaikan seluruhnya, sedangkan kita membuang sia-sia usia kita dalam perdebatan.”

Kelapan, Imam Asy-Sya’rani mengisahkan sebuah cerita lucu. Konon seorang faqih bernama Ibnu Suraij mengingkari Imam Abu’l Qasim Al-Junaid. Kepada Al-Junaid, dia berkata, “Tarekat kami melahirkan ahli-ahli dalam fiqh dan membawa kami jalan yang paling dekat kepada Allah daripada tarekat kamu, iaitu yang dituju oleh orang-orang sufi.” Al-Junaid berkata, “Engkau harus membawa bukti tentang hal itu.” Kata Ibnu Suraij, “Engkaulah yang harus membawa kami bukti.” Maka berkatalah Al-Junaid, “Hai fulan, pungutlah batu itu lalu lemparkanlah ketengah-tengah golongan orang-orang fakir.” Setelah batu dilemparkan, orang-orang fakir itu berseru, “Allah… Allah… Allah…!” Kemudian Al-Junaid berkata lagi, “Sekarang lemparkan batu itu ketengah-tengah golongan fuqaha’.” Setelah batu dilemparkan, maka para fuqaha’ itu berteriak, “Haramlah kamu! Buat kami terperanjat sahaja!” Ibnu Suraij bangun lalu mencium kepala Al-Junaid serta mengakui keutamaannya. Maka Al-Junaid berkata kepadanya, “Sebenarnya pada diri kamulah keutamaan itu, sebab pokok dasar tarekat kami adalah ilmu yang ada pada kamu.” Namun Ibnu Suraij menjawab, “Bukan, kamulah yang lebih utama. Kamu menambah bagi kami kebaikan mu’amalah dengan Allah.”

Berita-berita tentang golongan sufi seperti ini sangat banyak. Untuk pembahasan kita, cukuplah sampai disini.
Antara Para Fuqaha’ dan Golongan SufiSocialTwist Tell-a-Friend

SOLAT TASBIH

.
Solat Tasbih merupakan amalan yang digalakkan bagi seseorang salik. Hendaklah dilakukannya mengikut kelapangan dan kemampuan. Waktu yang paling afdhal mengerjakannya ialah pada malam Jumaat atau hari Jumaat atau pada bulan Ramadhan dan pada musim-musim yang baik.

Dalam hadith, ada menyebut: "Hendaklah dilakukan (solat tasbih) sama ada seminggu sekali, sebulan sekali atau setahun sekali atau pun sekali dalam seumur hidup."

Secara ringkas cara melakukan solat tasbih adalah seperti berikut:

Sekiranya dilakukan pada waktu siang, maka hendaklah dilakukan sebanyak 4 rakaat sekali gus dengan satu salam. Lafaz niatnya ialah:

أُصَلِّيْ سُنَّةَ التَّسْبِيْحِ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ لِلَّهِ تَعَالَى

"Sahaja aku solat sunat tasbih empat rakaat kerana Allah Taala."

Sekiranya dilakukan pada waktu malam, maka hendaklah dilakukan sebanyak 4 rakaat dengan dua salam. Lafaz niatnya ialah:

أُصَلِّيْ سُنَّةَ التَّسْبِيْحِ رَكْعَتَيْنِ لِلَّهِ تَعَالَى

"Sahaja aku solat sunat tasbih dua rakaat kerana Allah Taala."


# Pada rakaat pertama, setelah membaca surah al-Fatihah dan surah yang dikehendaki, baca tasbih di bawah sebanyak 15 kali sebelum ruku':

سُبْحَانَ اللهِ، وَالْحَمْدُ لِلَّـهِ، وَلَا إِلَـهَ إِلَّا اللهُ، وَ اللهُ أَكْبَرُ

"Maha suci Allah, segala puji bagi Allah, tiada Tuhan melainkan Allah dan Allah Maha Besar."

# Ruku' dan setelah membaca bacaan tasbih ruku', baca tasbih di atas sebanyak 10 kali.

# I'tidal dan setelah membaca tahmid i'tidal baca tasbih di atas 10 kali.

# Sujud dan setelah selesai membaca tasbih sujud, baca tasbih di atas 10 kali.

# Duduk di antara dua sujud dan setelah selesai bacaan ketika duduk di antara dua sujud, baca tasbih di atas
10 kali.

# Sujud kedua dan setelah selesai membaca tasbih sujud baca tasbih di atas 10 kali.

# Semasa bangun dari sujud kedua duduk sebentar sebelum berdiri dan membaca tasbih di atas 10 kali.

Seluruh tasbih yang dibaca pada rakaat pertama sebanyak 75 kali dan apabila didarabkan dengan 4 rakaat, maka semuanya menjadi 300 kali.

# Setiap kali ketika duduk tahyat akhir sebelum membaca tahyat hendaklah membaca tasbih di atas 10 kali.

#Setelah selesai tahyat, beri salam. Lakukan cara yang sama pada rakaat berikutnya.

# Sekiranya terlupa membaca tasbih di satu-satu tempat, bolehlah diganti pada tempat yang berikutnya hingga bacaan tasbih menjadi 300.

Di dalam riwayat Tabrani mengatakan: "Sekiranya dosa kamu seperti buih-buih di lautan atau pasir-pasir, nescaya Allah akan mengampunkan dosa-dosa kamu itu."

Abdul Aziz ibn Abu Daud berkata: Sesiapa yang inginkan syurga, maka hendaklah mengerjakan solat tasbih.

Abu Uthman al Khairi al Zahid berkata: "Aku tidak pernah melihat perkara yang lebih berat dan lebih susah seperti sembahyang tasbih."
SOLAT TASBIHSocialTwist Tell-a-Friend

Popular Posts

Segala bahan bacaan disini adalah untuk umum dan HAK CIPTA ITU MILIK ALLAH SEMUANYA. Anda boleh ambil sebagai bahan rujukan ataupun bahan posting di blog-blog atau website anda TANPA PERLU MEMBERI SEBARANG KREDIT KEPADA BLOG INI.