.
Solawat ‘Azhimiyyah telah ditalqinkan
oleh Nabi s.a.w. langsung kepada Shaykh Ahmad ibn Idris dengan tanpa perantara,
sekali dan dengan perantara Nabi Khidir a.s. sekali.
Sesungguhnya
telah dijelaskan oleh Shaykh yang Kamil, orang yang ‘Alim lagi mengamalkan, Sayyidi Shaykh Ismail an-Nawab yang
bermukim di Makkah al-Musharrafah, dari Gurunya Barakatul Wujud, Sayyidi Shaykh Ibrahim ar-Rasyid, dari Gurunya
yang Agung, Sayyidina Shaykh Ahmad ibn Idris, bahwa beliau ditalqinkan oleh
Nabi s.a.w. sendiri awrad Thariqat
Syadziliyyah, dan memberinya awrad
yang tinggi nilainya serta Thariqat Suluk yang teristimewa (khusus).[1]
Bersabda
Nabi s.a.w:
“Barangsiapa yang
sampai kepadamu (wasilahnya) maka ia tidak akan tersesat ke daerah yang lain
atau kepada jaminan yang lain, tetapi akulah yang menjadi kekasihnya dan dia
menjadi tanggunganku”.
Shaykh Ahmad ibn Idris berkata:
“Aku berkumpul
bersama Nabi secara nyata beserta Nabi Khidir. Nabi pun memerintahkan kepada
Nabi Khidir agar menalqinkan kepadaku awrad
Thariqat Syadziliyyah. Lalu Nabi Khidir mengajarkan dzikir tersebut di hadapan Baginda”.
Kemudian
bersabda Nabi s.a.w kepada Nabi Khidir a.s:
“Wahai Khidir,
talqinkan (ajarkan) dia awrad yang
mencakup seluruh dzikir, solawat dan istighfar, yang lebih utama ganjarannya dan lebih banyak
jumlahnya”.
Berkata
Nabi Khidir a.s:
“Apakah itu wahai
Rasulullah?”
Bersabda
Baginda:
“Katakan olehmu: Laailaaha
illallaahu Muhammadur Rosuulullaah, Fii kulli lamhatin wanafasin
‘adada maa wasi’ahuu ‘ilmullaah.
Sehingga aku pun
meniru bacaan setelah keduanya (Rasulullah & Nabi Khidir) selesai
mengucapkannya. Diulangi oleh Rasulullah hingga tiga kali.
Lalu
Baginda bersabda:
“Ucapkan: Allaahumma
innii as-aluka bi nuuri Wajhillaahil ‘Azhiim… … Kemudian bersabda Nabi:
“Ucapkan: Astaghfirullaahal ‘azhiim Alladzii laa ilaaha illaa huwal hayyal
qoyyuum… … Itulah Istighfar Kabir, lalu diulangi oleh Nabi Khidir a.s,
dan aku mengulanginya.
Kemudian
Rasulullah bersabda:
“Ya Ahmad, sungguh
aku berikan kunci langit dan bumi, itulah dzikir
yang khusus, solawat yang agung, dan istighfar yang besar”.
Dikatakan
pula oleh Syekh Ahmad:
“Kemudian aku
menerima awrad tersebut langsung dari
Rasulullah dengan tanpa perantara, sehingga aku talqinkan kepada para murid
sebagaimana yang telah ditalqinkan kepadaku”.
Pernah
suatu kali Rasulullah bersabda kepada Syekh Ahmad:
“Laailaaha illallaahu Muhammadur
Rosuulullah, Fii kulli lamhatin wanafasin ‘adada maa wasi’ahuu ‘ilmullaah.
Aku menyimpannya untukmu, wahai Ahmad. Tiada seorangpun yang dapat mendahului
keutamaan engkau, wahai Ahmad. Ajarkan pada para pengikutmu, agar mereka
menjadi orang pertama yang mengetahuinya”.
Syekh
Ahmad berkata:
“Rasulullah
membacakan untukku hizib-hizib dari
lafazh beliau”. Sehingga, ulama’
pengikutnya merasa kesulitan pada suatu kalimat dalam hizib. Maka ia berkata, “Wahai saudara kami, demikianlah Rasulullah
mengucapkan kepadaku”.
Para
Guru Sufi mengatakan bahwa dasar Thariqat Syadzili dari Syekh Ahmad ibn Idris.
Setiap awrad yang diambil dari beliau
bererti berasal dari Nabi s.a.w.[2]
Antara
murid Ahmad ibn Idris yang termasyhur, Sayyidi Muhammad ibn Ali as-Sanusi dalam
kitabnya Masyariqul Anwar
menceritakan bahwa ia pernah ditanya,
“Kepada
siapa awrad ini dinisbahkan?”
Beliau katakan bahwa
setiap murid yang ditalqinkan oleh Syekh Ahmad ibn Idris pada awalnya, bererti
ia ditalqin oleh Nabi.[3]
Apa
yang terkandung dalam dzikir ini
mencakup segala dzikir seluruh
makhluk, baik yang ada di langit mahupun yang ada di bumi. Secercah benda cair
maupun padat, yang bernyawa atau tidak merupakan bagian terkecil dari Ilmu-Nya,
yang tak lepas dari pengamatan-Nya, kesemuanya terangkum dalam keluasan Ilmu
Allah (Wasi’ahu ‘Ilmullaah).
----------------------------------------
[1].
Diceritakan dalam kitab Afdhalus Sholawat karya Shaykh Yusuf bin Ismail
an-Nabhani, hal. 170
[2].
Thariqat-thariqat yang mengambil sumber awrad / ajaran dari Syekh Ahmad adalah
Al-Idrisiyyah, Sanusiah, Dandirawiyyah, Rasyidiyyah, Shalihiyyah, Madaniyyah,
Ja’fariyyah, Majdzubiyyah, Khatmiyyah, Mirghaniyyah.
[3].
Demikian pula disebutkan oleh Sayyid Muhammad Utsman al Mirghani dalam kitab
Ratib dan Sayyidi Shalih Ja’far dalam kitabnya Mafatihus Samawati wal Ardh
(Pengantar kitab Majmu’ah Awrad Sayyidil Imam Ahmad ibn Idris r.a)