mengenai beramal dg hadits dhaif, merupakan hal yg diperbolehkan, namun tak dapat dijadikan Hujjah atau dalil dalam suatu hukum.
namun tak sepantasnya kita menafikan hadits dhaif, karena ia hanyalah hadits yg lemah sanad periwayatnya, atau pada matannya, namun bukan berarti ia adalah palsu, karena hadits palsu dinamai hadits munkar, atau mardud, Batil, bukan hadits dhaif.
tidak sepantasnya kita menafikan hadits dhaif karena hadits dhaif diakui sebagai ucapan Rasul saw, dan tak satu muhaddits pun yg berani menafikannya, karena menafikannya berarti mendustakan ucapan Rasul saw dan hukumnya kufur : "Barangsiapa yg sengaja berdusta dengan ucapanku, maka hendaknya ia bersiap siap mengambil tempatnya di neraka" (Shahih Bukhari hadits no.110), sabda beliau saw pula : "sungguh dusta atasku tidak sama dengan dusta atas nama seseorang, barangsiapa yg sengaja berdusta atas namaku maka ia bersiap siap mengambil tempatnya di neraka" (Shahih Bukhari hadits no.1229), cobalah anda bayangkan, mereka yg melarang beramal dengan hadits dhoif berarti mereka mendustakan ucapan Rasul saw, dan merekapun jelas jelas menuduh para periwayat itu telah berdusta dan telah kufur karena meriwayatkan hadits palsu.
sesekali kita tak boleh memusuhi mereka ini, mereka jahil dan tak mengerti ilmu hadits,
wahai saudaraku ketahuilah, bahwa hukum hadits dan Ilmu hadits itu tak ada di zaman Rasul saw, ilmu hadits itu adalah Bid'ah hasanah, baru ada sejak Tabi'in, mereka membuat syarat perawi hadits, mereka membuat kategori periwayat yg hilang dan tak dikenal, namun mereka sangat berhati hati, karena mereka mengerti hukum, bila mereka salah, walau satu huruf saja, mereka bisa menjebak ummat hingga akhir zaman dalam kekufuran, maka tak sembarang orang menjadi muhaddits, lain dengan mereka ini yg dengan ringan saja melecehkan hadits Rasul saw.
Sumber
0 comments:
Post a Comment